Rabu, 14 Februari 2018

MUSEUM 10 NOPEMBER/Alun-alun Contong, Bubutan, Surabaya/14 Januari 2018

Di dalam kompleks monumen Tugu Pahlawan, ada museumnya juga, loh .... Namanya Museum 10 Nopember. Bangunannya mirip seperti piramida dan didirikan di bawah tanah sedalam 7 meter serta diresmikan pada tanggal 19 Pebruari 2000 oleh Gus Dur. HTM-nya sebesar Rp.5.000,- saja tapi bagi para pelajar yang bisa menunjukkan kartu pelajarnya bisa masuk gratis, ya ... 
Melalui pintu masuk, pengunjung diajak melewati jalanan menurun dan melingkar, loh ... Di atas atapnya dipasang piramida terbalik di mana di semua sisi-sisinya dipasang foto-foto dari keadaan kota Surabaya di masa lampau.

Dan gak lupa ditampilkan juga replika bambu runcing yang pernah dipergunakan para pejuang kita untuk berperang melawan penjajah.
Ada yang unik tentang kisah nasi jaminan, ya ... Pada masa itu ada pahlawan wanita dari Surabaya bernama mbak Dar yang memimpin 51 dapur umum di seluruh Surabaya untuk menyiapkan perbekalan makan buat para pejuang Indonesia.

Setiap harinya dia membuat 1.000 nasi bungkus yang nantinya akan dibawa oleh tentara Indonesia sebagai bekal makan bagi para prajurit di medan tempur.

Sebetulnya lauk dari nasi jaminan ini sangat sederhana sekali, ya ... campuran antara ikan asin, tempe, sambal berikut krupuk sayur tetapi terasa  nikmat sekali, sehingga kalau tentara Indonesia ingin menikmatinya lagi besok paginya, dia harus bertahan hidup sampai hari ini. Karena itulah nasinya disebut sebagai nasi jaminan, ya ...

PT PERKEBUNAN NUSANTARA XI (PTPN XI)/Jalan Merak 1, Krembangan, Surabaya/14 Januari 2018

PT PERKEBUNAN NUSANTARA XI (PTPN XI) ini adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang agribisnis perkebunan, khususnya gula. Mengoperasikan 17 unit usaha pabrik gula dengan wilayah kerja Jawa Timur, 4 rumah sakit dan 1 poliklinik, 1 pabrik karung plastik di Mojokerto dan 1 pabrik penyulingan alkohol dan spirtus di Lumajang.

Secara umum, sebagian besar unit usaha di lingkungan PTPN XI ini telah beroperasi sejak jaman kolonial Belanda. Kantor pusat PTPN XI sendiri merupakan peninggalan HVA yang dibangun pada tahun 1924 dan merupakan lambang konglomerasi gula pada saat itu (Wikipedia).

Dari bentuk bangunannya sendiri, ada yang unik, ya ...
Kalo kita perhatikan, ada garis vertikal yang memanjang pada dinding gedungnya. Inilah yang disebut sistem dilatasi bangunan atau sistem anti gempa. Jadi pembangunannya dimulai dari salah satu sisinya dulu. Setelah selesai, diberi jarak baru dilangsungkan pembangunan bagian tengahnya, dikasih jarak lagi dan dilanjutkan dengan membangun sisi lainnya.
Jadi prosesnya tidak memakai 1 dinding sebagai pemisah, tapi masing-masing bangunan tersebut memakai dindingnya masing-masing. Sehingga walaupun bangunan tersebut kelihatannya menyatu, tapi sebenarnya terpisah. Hal ini untuk mengurangi efek samping dari gempa bumi. Sehingga kalau hancur, salah satu sisinya saja, sedangkan bagian tengahnya yang paling aman.

Karena itulah kalo kita perhatikan, bangunan PTPN XI ini hanya terdiri dari 2 lantai untuk sisi kiri dan kanannya sedangkan untuk bagian tengahnya terdiri dari 3 lantai karena diperkirakan bagian tengahnya adalah yang paling aman dari efek samping gempa. Gitu, deh ...
Ada 8 kantor cabang HVA di seluruh Indonesia yang digambarkan dengan lambang masing-masing kota pada sisi kiri dan kanan bangunan ini. 
Selain itu ada relief bidang usaha dari PTPN XI ini termasuk relief dari kebun kopi, teh, karet.










Kursi inipun asli dari jaman kolonial Belanda, ya ... dimana pada sandaran kursinya terdapat 3 lambang, yaitu lambang Surabaya, HVA dan Amsterdam.
Lantai bangunannya didatangkan dari Belgia dengan porselen terbagus yang didatangkan dari Belanda. Ada relief infonya di bagian dindingnya, ya ....
Gedung PTPN XI ini juga dikenal sebagai Lawang Sewu-nya Surabaya, loh ... dengan deretan pintu yang banyak juga. Bedanya kalo di Lawang Sewu, diwarna putih, sedangkan gedung ini warnanya coklat.


MONUMEN TUGU PAHLAWAN/Alun-alun Contong, Bubutan, Surabaya/14 Januari 2018

Monumen Tugu Pahlawan ini menjadi tanda peringatan bagi peristiwa pertempuran 10 Nopember 1945 yang pernah terjadi di kota Surabaya. Bentuknya seperti paku terbalik yang sebetulnya diambil dari bentuk lingga sebagai simbol dari Dewa Siwa yang melambangkan kelelakian atau keberanian.

Tinggi monumen tugu ini 41,15 meter dengan 10 lengkungan dan terbagi menjadi 11 ruas yang mengandung makna 10 Nopember 1945. 

Didirikan di atas tanah seluas 1,3 ha dan diresmikan pada tanggal 10 Nopember 1952 oleh Presiden Soekarno (saat itu).
Monumen Tugu Pahlawan ini sengaja dibangun untuk memperingati peristiwa pertempuran 10 Nopember 1945 di Surabaya di mana arek-arek Suroboyo berjuang melawan tentara sekutu dan Belanda yang hendak menjajah Indonesia kembali (Wikipedia).
Tapi sebetulnya pada saat pertempuran 10 Nopember 1945 tidak hanya arek-arek Suroboyo saja, ya ... yang berjuang mengusir penjajah. Dengan pasukan Inggris sebanyak 29.000 orang yang berasal dari Malaysia dan India serta diperlengkapi dengan peralatan tempur yang canggih saat itu, pihak penjajah memperkirakan dapat merebut kembali Surabaya dalam jangka waktu 3 hari saja.
Mereka lupa memperhitungkan kalau ternyata dari pihak Indonesia sendiri sudah disiapkan sebanyak 130.000 pasukan baik berasal dari Surabaya sendiri maupun berasal dari Malang, Madura, Jogja, Aceh, Tapanuli, Bali dan Kalimantan serta dari daerah-daerah lainnya di Indonesia walaupun sebagian besar dari mereka hanya bermodalkan bambu runcing saja.

Bahkan  dari pasukan Tionghoa-pun yang saat itu dikenal sebagai Buaya Kapasan sudah siap berbaris di sepanjang Jembatan Merah untuk menghadapi penjajah dengan tangan kosong dan hanya berbekalkan keahlian kungfu mereka.

Jadi jangan lupakan sejarah, ya ... karena ssungguhnya kemerdekaan negara Republik Indonesia ini didirikan di atas cucuran darah para pejuangmya tanpa mengenal suku, agama dan ras-nya.






Senin, 12 Februari 2018

HOUSE of SAMPOERNA-SEPENGGAL KENANGAN TENTANG SEBUAH KEJAYAAN (Surabaya/14 Januari 2018)

House of Sampoerna itu apa, ya ... ?
Kalo dari arti katanya, sih ... berarti rumah Sampoerna, ya ...
Tapi sesungguhnya yang dimaksud House of Sampoerna adalah sebuah tempat atau kompleks seluas 1,5 hektar yang dimiliki oleh keluarga Sampoerna. Siapa, sih Sampoerna? Itu, loh ..... pendiri rokok tertua dan terbesar pada jamannya, ya ...

Di lokasi ini selain difungsikan sebagai rumah tinggal pribadi dari keluarga Sampoerna, pada bagian laindari lokasi ini difungsikan juga sebagai pabrik rokok, museum, galeri berikut cafe. Wow ... lengkap, ya ...

Dan gak kalah menariknya, pihak House of Sampoerna juga menyediakan bis wisata gratis yang mengajak kita berkeliling ke berbagai tempat wisata atau bangunan tua peninggalan bersejarah yang ada di Surabaya. Asek' kan ...

Foto di atas adalah penampakan dari museumnya, ya ... Bukanya mulai dari jam 9 pagi sd. jam 6 sore. Di dalam museumnya juga ada toko oleh-olehnya, loh ... Kita bisa mendapatkan berbagai cendera mata di sini.

Sedangkan foto ini adalah bangunan lain di samping museumnya.
Melalui lorong inilah, kita bisa menuju galerinya. Disediakan juga kursi-kursi buat kita foto-foto atau sekedar melepas lelah, loh ....
Di belakang aku berdiri itu adalah ruangan galerinya, ya ... Jam bukanya sama seperti museumnya, yaitu mulai jam 9 pagi sd. jam 6 sore. 

Dan setiap bulan temanya selalu berubah, loh ... karena pihak House of Sampoerna bekerja sama dengan berbagai pihak lainnya untuk menyelenggarakan pameran secara gratis di tempat ini. 
Nah ... di tempat inilah kita bisa masuk untuk mendaftar naik bis Surabaya Heritage Track (SHT) secara gratis.

Untuk info lebih lanjut, silakan intip ulasanku di bagian lain blog ini tentang Surabaya Heritage Track (SHT), ya ...

Mulai tahun 2018 ini ada perubahan jadwal tur pertama SHT dari yang semula jam 9 pagi diundur jadi jam 10 pagi, loh ...


Itu bis SHT-nya sudah nongkrong di dekat pintu keluar House of Sampoerna.

Yuk ... sekarang kita  masuk ke dalam museum House of Sampoerna, ya ...
Di museum ini disediakan juga pemandu wisata yang bisa mengajak kita tur singkat mengelilingi museum. Jadi dimanfaatkan, ya ...

Karena selain gratis, dengan adanya panduan dari mereka, kita jadi lebih mengerti lagi alur kisah barang-barang yang ada di dalam museum ini. Dan yang penting juga, kita jadi gak seperti orang hilang, deh ... di dalam museum ... hehehe ....

Menurut mbak Vida, pemandu wisatanya, museum House of Sampoerna ini berbicara tentang para pendiri Sampoerna dan awal mula berdirinya Sampoerna. Seperti kita tahu, Sampoerna adalah merk rokok terkenal di jamannya, ya ... dengan pabrik rokoknya yang terbesar dan tertua di Indonesia.

Pabrik rokok ini sendiri didirikan pada tahun 1913 oleh seorang imigran asal Cina bernama Liem Seeng Tee yang datang ke Surabaya di tahun 1858 pada usianya yang baru menginjak 5 tahun loh ...

Sayangnya baru saja menetap 6 bulan di Indonesia, ayahnya meninggal dunia dan akhirnya Liem diadopsi oleh sebuah keluarga Cina di Bojonegoro sampai usianya mencapai 11 tahun. Di keluarga adopsinya inilah, dia diajari berdagang serta berbahasa Mandarin. Kemudian Liem memutuskan untuk kembali ke Surabaya dengan bekerja di sebuah restoran dengan mendapatkan upah berupa tempat tinggal, makanan dan pakaian. 

Karena dirasanya upahnya tidak mencukupi, dia memutuskan untuk keluar dari restoran tersebut dengan mendapatkan upah yang kemudian dibelikannya sebuah sepeda bekas. Sepeda inilah yang nantinya dipergunakan untuk berjualan arang keliling kota tua Surabaya. Di samping itu dia juga berjualan kue-kue kering di dalam gerbong kereta api jurusan Surabaya-Jakarta. 

Pada tahun 1912, Liem yang baru berusia 19 tahun menikahi istrinya yang seorang Cina Jawa bernama Siem Tjiang Nio yang baru berusia 15 tahun. Saat itu Liem masih bekerja di pabrik rokok kecil yang ada di daerah Lamongan selama 6 bulan. Sedangkan isterinya Siem berjualan barang-barang kebutuhan pokok seperti beras, jagung dll di daerah Cantikan-Surabaya.

Istrinya Siem inilah yang memberikan ide kepada Liem untuk membuat rokoknya sendiri berdasarkan pengalamannya bekerja di pabrik rokok di daerah Lamongan tersebut. Rokok-rokok tersebut dijual Siem di warungnya sedangkan Liem menjualnya berkeliling naik sepedanya. 
 Nah ... inilah replika dari warung Siem di masa merintis usaha rokok mereka dulu, ya ...
Kedua sepeda ini ditemukan di rumah peristirahatan Liem di Prigen. Diyakini keduanya adalah harta miliknya yang berharga dan kemungkinan besar dipergunakan di masa-masa awal merintis usahanya.
Sedangkan ini adalah macam-macam cengkeh yang ada di Indonesia, seperti Madagaskar dan Sansibar. Sampoerna sendiri menghasilkan rokok kretek di mana di dalam rokoknya ada campuran cengkehnya. Disebut rokok kretek karena memang sesuai dengan bunyinya pada saat terbakar.
Ini adalah oven pengeringan tembakau yang dipergunakan oleh petani tembakau di Lombok sebagai sentra produksi tembakau yang penting di sebelah timur Pulau Bali. Tembakau yang telah diikat akan digantung di tiang bambu yang ada di dalam oven.
Sedangkan ini adalah tembakau yang juga didatangkan dari Brazil dan USA. Selama 8 bulan sd. 2 tahun, tembakau-tembakau ini akan disimpan terlebih dahulu di dalam gudang.
Bangunan House of Sampoerna ini sendiri dibangun pada tahun 1858 oleh pemerintah Belanda dan semula difungsikan sebagai panti asuhan khusus anak lelaki yang akhirnya dipindahkan lokasinya ke Batu-Malang. Sempat juga difungsikan sebagai lobi teater pada tahun 1932 sd. tahun 1961. Foto di atas diambil pada tahun 1938.
Kalo ini adalah foto pendiri Sampoerna, yaitu Liem Seeng Tee dan isterinya Siem Tjiang Nio.
Mereka dikarunia 5 orang, 2 orang anak laki-laki dan 3 orang anak perempuan. Pada tahun 1956 semua pendiri meninggal dunia dan usaha diteruskan oleh anak laki-laki kedua, yaitu Aga Sampoerna
karena anak laki-laki pertama sudah memiliki usaha sendiri di bidang ekspor impor tembakau.
Kalo yang ini  adalah koleksi kebaya dan sarung asli dari isteri Siem yang pernah diberikan kepada anak perempuan termudanya yang dipercaya dapat memperlancar proses kelahirannya.
Yuk ... sekarang kita intip ruangan tengah dari museum ini, ya ...
Sebelumnya rokok merek Sampoerna ini dikenal dengan merek Ji Sam Soe yang berasal dari bahasa Hokian yang artinya sembilan. Sesudah berganti nama menjadi Sampoerna, setelah dihitung jumlahnya juga tetap sembilan dan angka sembilan ini dipercaya oleh keluarga Sampoerna sebagai lambang kesempurnaan, nampak dari adanya 9 bintang di antara kedua singa sebagai penjaganya.

Sedangkan tulisan Anggarda Paramita berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya menuju kesempurnaan.

Angka 1913 adalah pertama kalinya perusahaan rokok ini didirikan. Sedangkan bola yang dipegang oleh kedua singa dengan lambang 3 tangan di dalamnya adalah filosofi modern dari ketiga tangan yang mewakili produsen, distributor dan konsumen.
Lanjut ... kita akan disuguhkan dokumentasi produksi rokok di masa lampau (sekitar tahun 1930). Sampoerna sendiri memiliki 7 pabrik rokok besar, termasuk rokok sigaret mesin (sgm) yang pabriknya ada di Pandaan dan Karawang.
Kita juga akan disuguhkan dokumentasi mulai generasi para pendiri Sampoerna sampai dengan generasi penerusnya. Untuk generasi 1 dan generasi ke-2 sudah meninggal dunia, ya ... Dilanjutkan dengan generasi ke-3 yang masih hidup sampai saat ini.
Pada tanggal 18 Mei 2005, PT Philip Morris Indonesia mengambil alih sekaligus menguasai 97,95 % dari seluruh saham PT HM Sampoerna, Tbk yang dikeluarkan dengan beberapa anggota Komisaris dan Direksi mengundurkan diri untuk kemudian diangkat anggota yang baru.

Dengan demikian saat ini kepemilikan Sampoerna sudah beralih dari keluarga Sampoerna ke tangan pihak lain. Sedih, ya ... mengingat gigihnya perjuangan pendirinya pasangan suami isteri Liem dan Siem sampai akhirnya menjadikan Sampoerna sebagai salah satu perusahaan rokok terbesar yang pernah ada di jamannya. Semoga saja para pekerjanya masih terus dipertahankan seperti saat ini.
Ok ... Sampoerna juga memiliki Mitra Produksi Sigaret (MPS) yang telah dimulai sejak tahun 1994 yang tidak hanya berperan penting dalam meningkatkan kemampuan produksinya tetapi juga sebagai bukti komitmen Sampoerna untuk menciptakan lapangan kerja serta mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah pedesaan atau kota kecil.

Sehingga Sampoerna termasuk salah satu produsen rokok kretek tertua dan yang berkembang paling pesat di Indonesia. Di tengah persaingan ketat industri rokok, Sampoerna berhasil mempertahankan posisi nomor 1 di industri rokok dengan pangsa pasar sebesar 31,1% di Indonesia.

Sultan Hamengkubuwono X adalah salah satu konsumen rokok Sampoerna dengan merek khusus yang tidak dipasarkan keluar kraton, loh ...
Sekarang kita eksplor ruangan belakang dari museum ini, ya ....
Sampoerna juga punya marching band, loh ... mulai dari tahun 1989 sd. tahun 1992. Dimainkan oleh 234 pekerja pabrik termasuk para wanita pelinting rokok, marching band Sampoerna pernah mewakili Indonesia di Tournament of Roses di Pasadena, California, Amerika Serikat pada tahun 1990 dan 1991.
Ok ... kita lanjut lihat mesin cetak kunonya, ya ... Dulunya kotak rokok, label serta barang-barang cetakan lainnya diproduksi dengan mesin cetak tua ini dan sampai sekarang masih dapat dipergunakan, loh ... Sejak tahun 1990 barang-barang cetakan diproduksi di pabrik yang modern dan canggih di Pandaan dengan menggunakan mesin-mesin yang dapat menghasilkan output 40 kali kapasitas mesin ini.

Kalo ini pelat cetak kunonya.
Sepeda motor buatan ek Cekoslowakia ini merupakan aset penting Sampoerna sampai tahun 1970-an.
Sepeda motor ini masih dapat dipergunakan, loh ... dan setelah direstorasi di tahun 2002, sepeda motor ini dijadikan salah satu koleksi museum Sampoerna.

Perusahaan yang memproduksinya adalah Jawa, didirikan oleh seorang Insinyur Ceko bernama Frantisek Janeeek di mana lisensinya dari sebuah perusahaan Jerman bernama Wanderer dan dari perpaduan huruf-huruf awal nama mereka inilah, nama perusahaan Jawa dilahirkan.

Nama model Perak (atau Per dalam bahasa Indonesia) diberikan pada sepeda motor ini karena suspensi belakangnya yang menggunakan per, suatu terobosan yang penting pada saat itu. Model ini memenangkan medali emas di Paris Motor Salon pada tahun 1946.


Yuk ... sekarang kita intip lantai dua-nya, ya ....

Di sini kita bisa membeli berbagai macam barang dari House of Sampoerna sebagai oleh-oleh, ya ... Ada kain, kaos, jaket, topi, gantungan kunci, bros yang tentunya tema/tulisannya ada hubungannya sama House of Sampoerna, ya .... Pas aku kesana, pas ada diskonnya juga, loh ....


Dari tempat ini, kita bisa melihat ruangan produksi rokok yang ada di bawahnya. Para pekerjanya bekerja mulai hari Senin sd. hari Jum'at, mulai jam 6 pagi sd. jam 1 siang. Sedangkan kalo hari Sabtu mulai jam 6 pagi sd. jam 11 pagi.

Terdiri dari 3 macam step, yaitu :
1. step melinting yang dikerjakan oleh ibu-ibu pekerja bertopi merah dengan target 325 batang per jam-nya;
2. step merapikan/menggunting yang dikerjakan oleh ibu-ibu perkerja bertopi hitam dengan target 1.000 batang per jam-nya;
3. step mengepak dengan target 200 bungkus per jam-nya.

Di ruangan ini ditempati oleh 400 orang pekerja dari total keseluruhannya sejumlah 1.500 orang pekerja dengan 8 ruangan yang ada di belakang gedung ini. Dulunya ruangan ini difungsikan sebagai gedung bioskop dengan ruangan teater di bagian depannya.

Oke, deh ... terlepas dari pro dan kontra ketentuan boleh/tidaknya merokok, baik ditinjau dari sudut kesehatan maupun dari sudut agama tertentu, ulasan ini tidak dimaksudkan untuk menghubungkan hal-hal tersebut, ya ... karena seperti judul dari ulasan ini, yaitu ... HOUSE of SAMPOERNA-SEPENGGAL KENANGAN TENTANG SEBUAH KEJAYAAN adalah hanya untuk mengajak kita kembali mengenang ke masa lampau .... tentang ketangguhan serta kegigihan sepasang suami isteri yang memulai merintis sebuah usaha sampai akhirnya berhasil meraih kesuksesan sebagai sebuah perusahaan terbesar dijamannya.


































Rabu, 24 Januari 2018

DE' MUSEUM CAFE/Malang/27 Desember 2017

Buat kamu-kamu yang punya hobi baca buku-buku kelas berat (termasuk buku-buku sejarah) dan bukannya buku komik loh, ya .... hehehe ... di sinilah tempat yang paling pas buat menyalurkan hobi kalian itu.

Namanya De' Museum Cafe ... Eat & Read dan lokasinya ada di Ruko Malang Trade Center, Jalan Panji Suroso kav.10 nomor 12A, telpon nomor 0341 4352283. Udah deket, deh sama terminal Arjosari. Jam bukanya mulai jam 10 pagi sd. jam 7 malam.

Berhubung temanya eat & read, jadinya kamu bisa puas-puasin, deh nongkrong di tempat ini sambil makan, sambil baca ...

Begini penampakan interior cafe-nya ... keren'kan ... biarpun gak seberapa luas tapi unik pengaturannya.
Di tengah-tengah ruangannya itu ada gulungan naskah dari Laut Mati, loh ... Mungkin hanya replikanya saja, ya ...

Soalnya 2 orang mbak penjaganya  gak ngerti info apa-apa, sih soal benda-benda yang ada di dalam kafe museum ini. Trus pemiliknya (pak Bambang Noersena) juga pas gak ada di tempat. Pokoknya ... nikmati aja, dah ... interior sama baca-baca buku yang ada aja di sini, ya ...
hehehe ....
Ini meja kasirnya. Banyak pernak-pernik barang dari Israel dipajang di kafe ini.
Sampe toiletnya aja 'dibungkus' sama kayu oval bertelaris kayak gini. Artistik, dah ....
Menu makanan dan minumannya sendiri gak banyak pilihannya, ya ... dengan harga relatif murah ... Gak sebandinglah sama sewa bukunya buat dibaca-baca di dalam kafe yang nyaman seperti ini ... seberapa lamapun kamu mau.
Dan jangan terlalu berharap juga, ya ... sama kualitas rasa masakannya.
Tempo hari itu aku sengaja memilih menu nasi goreng Hongkong (Rp.15.000,-) sama juice alpukat (Rp.7.500,-).
Meja kursinya juga unik, loh ... Di masing-masing mejanya dipasang info tentang berbagai makanan berikut sejarahnya.
Sebagian koleksi buku-bukunya diletakkan di dalam rak-rak melingkar yang terbuka seperti ini mengikuti bentuk bangunannya.
Ada juga barang-barang koleksinya yang diletakkan di luar seperti ini.

Sayangnya tidak ada penjelasan dalam bentuk tulisan sama sekali, ya ...
Jadi kadang kita gak mengerti barang apa itu dan dipergunakan untuk apa.
Bangunan kafe ini terdiri dari 3 lantai, ya ... Sebetulnya lantai 2 dan lantai 3 bukan buat umum, tapi aku dikasih kesempatan sama si mbaknya untuk sekedar mengintip isinya, loh ...

Rupanya di lantai 2 adalah ruangan untuk proses belajar dan mengajar.
Sedangkan di lantai 3-nya diletakkan benda seperti ini yang lagi-lagi sayangnya tidak ada penjelasan dalam bentuk tulisan apapun untuk menjelaskan benda apa ini dan dimaksudkan untuk apa.
Yuk, sekarang kita lihat bagian luar dari kafe ini, ya ...
Di sekeliling tembok luar di bawah masing-masing jendelanya juga dipasang berbagai info tentang sejarah seperti ini.

Begitu juga dengan tembok yang berbatasan dengan halamannya, termasuk juga tentang sejarahnya Indonesia, loh ....

Pokoknya puas-puasin baca buku di tempat ini, ya ... Kamu gak akan menyesal mampir di sini, deh ....